Jumat, 05 Oktober 2012

~Ketika Hatiku Kembali Terbuka~ (Cerpen Cinta)


Seorang  gadis  berdiri  sendirian  didekat  danau.  Gadis  itu  bernama  Nadia.  Dia sedang  merenungkan  sesuatu.  Sesuatu  yang  membuatnya  dilanda  kesedihan.  Cinta  yang  begitu  tulus  dan  setia  dihianati  oleh  seseorang  yang  sangat  dia  sayangi.  Kejadian  6  bulan  yang  lalu  masih  saja terngiang.  Menghantui  pikiran  gadis  berwajah  oval  itu.  Dan  gara-gara  kejadian  itu,  lubang  hatinya  sangat  tertutup  rapat.
  Sangat-sangat  rapat.  Sehingga  dia  tak  lagi  mengenal  cinta  dan  sangat  benci  bila  mendengar  kata  cowok  apalagi  bertemu.  Penyakit  hati  yang  menggrogoti  hatinya  telah  membuat  hatinya  terlalu  jauh.  Dia  tidak  bisa  lagi  merasakan  jatuh  cinta,  senang,  bahagia, dan... kasih sayang.  Dia  merasa  dunianya  selalu  hampa  dan  tak  seorangpun  mampu  mengubahnya  menjadi  dulu.  Dulu  yang  selalu  ceria,  dan  tersenyum  manis.
            Hampir  setiap  sore  Nadia  menghabiskan  waktu  kosongnya  di danau ini.  Sebuah  danau  kecil  di tengah  taman  sekolahannya.  Tempat  dimana  Nadia  mengeluarkan  tangisannya  tanpa  ada  yang  lihat.  Tempat  ini  memang  jarang  sekali  dikunjungi  oleh  murid-murid.  Karena  terkenal  angkernya.  Konon,  dahulu  ada  seorang  murid  perempuan  bunuh  diri  di danau  ini  karena  pacarnya  selingkuh.  Kisahnya  seperti  cerita  cinta  Nadia.  Tapi,  Nadia  tak  ingin  melakukan  hal  bodoh  seperti  itu.  Karena  bagi  dia,  hidup  itu  sangat  berarti  walau  sakit.
            Matanya  yang  sebening  embun  memperhatikan  langit  yang  mulai  gelap.  Segelap  hatinya.  Dia  jadi  teringat  awal  Sanni  mengungkapkan  perasaanya  ke Nadia.  Di tempat  ini.  Tempat  favoritnya  yang  menjadi  saksi dimana Nadia  menerima  cinta  Sanni  yang  palsu.
            “Jika saat itu aku tak menerima cintamu, San.  Aku  tak  akan  seperti  ini.  Sakit, San... Sakit  bila  aku  teringat  kenangan  kita  disini,” ucapnya  sambil  memegang  dadanya  yang  sakit.  Lalu  dilihatnya  danau  yang  kian  mengering.  Dia  melihat  bayangan  membentuk wajah  oval  mirip  dengannya.  Cantik,  dan  senyuman  yang  sangat  manis.  Namun perlahan bayangan wajah oval itu berubah menjadi wajah yang sedih, dan senyuman manis itu hilang.
            “Itu bukan aku!!!”  jeritnya  sambil  melempar  kerikil  kedalam  danau,  sehingga  bayangan  tadi  lenyap  begitu  saja.  “Ya Tuhan... Tolong... Tolong aku... Aku  nggak kuat menahan rasa sakit ini...” lanjutnya sambil menahan  rasa  sakit  yang  menggrogoti  hatinya.
            Diliriknya  jam  tangan  yang  melingkar  di pergelangan tangannya.  Jam  sudah  menunjuk  pukul  18.00 wib.  Lalu  dilihat  sekelilingnya.  Lampu  sekolah  sudah  dinyalakan.  Langit  menjadi  gelap.  Baru  kali  ini  Nadia  menghabiskan  waktunya  di danau  sampai  sesore  ini.  Cepat-cepat  dia  meninggalkan  danau  yang  penuh  misteri dan  menyimpan  sejuta  kenangan  Nadia dengan cinta palsu Sanni.
            Belum  sempat  sampai  gerbang  sekolah.  Tiba-tiba  Nadia  merasakan  rasa  perih  didadanya.  Sangat  perih.  Sehingga  dia  tak  mampu  lagi  untuk  berjalan.  Dilihat  sekelilingnya.  Sangat  sepi.  Tiba-tiba  petir  mengglegar.  Pertanda  hujan  akan  mengguyur.  Nadia  semakin  gelisah.
            “Kenapa  jadi  gini  si..” keluhnya.  Rintik-rintik  hujan  mulai  berjatuhan  dan  semakin  deras.  Nadia  semakin  bingung  dan  takut.  Bingung  mau  melakukan  apa,  karena  kakinya  tak  kuat  melangkah,  tubuhnya  terlalu  lemah. Dan  takut  tak  ada  yang  menolongnya.  5 menit, 25 menit,  Nadia  masih  terdiam  dilapangan.  Membiarkan  tubuhnya  diguyur  oleh  hujan  yang  deras.
            “Biarkan  aku  seperti  ini.  Biarkan!  Aku  tak  mau  merasakan  cinta  dan  kasih  sayang  dari  dunia  ini.  Aku  benci  semuanya! Benci!” gumamnya  penuh  emosi.  Tiba-tiba  Nadia  mulai  merasakan  pusing,  bibirnya  membiru,  dan  badannya  terasa  kaku.  Tak  sampai  semenit  kemudian,  bibirnya  mulai  menggeletar.  Tubuhnya  menggigil.  Pandangannya  mulai  buram.  Samar-samar  dari  kejauhan  terlihat  seorang  laki-laki  berlari  tepat  ke arah  Nadia.  Siapa dia? Apakah  aku  harus  lari? Atau  aku  tetap  berdiri  disini  yang  hampir  mati  kedinginan. Pikirnya.
            “Nadia..!!” teriak  laki-laki  itu.  Nadia  sempat  mendengar  teriakan  itu,  namun  tubuhnya  tak  kuat  lagi.  Nadia  terjatuh.  Dan  semuanya  hitam… pekat.
***
            Suara  ribut  sangat  mengganggu  di  gendang  telinga  Nadia. Dan sebuah cahaya terang benderang yang menyilaukan membuat  Nadia  terjaga  dengan   rasa  pusing  yang  berpendar  hingga  ke  mata. Lalu  beberapa  suara  menyerukan  nama  Nadia.  Setelah  mengerjap  beberapa  kali,  akhirnya  mata  Nadia  dapat  melihat  dengan  jelas. Wajah-wajah  yang  sangat  ia  kenal  mengerubunginya. Kak Latif,  mama,  dan  sahabatnya Key.
            “Gila ya kamu! Untung kakak mencarimu. Kalau tidak, apa yang terjadi??!! Kasihan mama tau!” terdengar suara penuh emosi  membuat  Nadia  malas  memandangnya. Kak Latif.  “Dengerin kalo kakak ngomong, Nad!” teriaknya kemudian  ketika Nadia mengalihkan pandangan dari kakaknya.
            “Latif! Ini rumah sakit. Kecilkan suaramu.” bela mama seraya membelai rambut Nadia.
            “Nad? Kau baik-baik saja kan?” tanya Key khawatir.
            “Iya nggak apa-apa kok,” jawabku tersenyum.
            “Nggak apa-apa? Yang bener aja? Kau tadi hampir mati kedinginan. Bilang terima kasih kek atau apa gitu.” Sewot Latif
            “T e r i m a  k a s i h, kak…” ujar Nadia tak ikhlas. Terbersit sebuah senyuman diwajah kakaknya. Lalu diacak-acaknya rambut Nadia dan pergi dengan ketawa kecil.
            “DASAR KAK LATIFFF…!!!”  teriakan Nadia memenuhi ruangan yang ditempatinya. Pertanda Nadia sangat kesal. Dengan sergap Latif menutup telinganya rapat-rapat. Lalu lari sekencang-kencangnya sebelum Nadia membalas perbuatannya.
***
            Nadia menghela napas panjang. Hari ini adalah hari ke empat Nadia menjadi murid SMU  setelah  melewati MOS tiga hari berturut-turut yang membuat Nadia pusing tujuh keliling.
            “Mudah-mudahan aku bisa mendapat teman banyak. Amin” ujar Nadia seraya melangkah kakinya menuju kelas.
Sesampai dilorong kelas Nadia bertemu dengan seorang cowok yang sedang berjalan dengan arah berlawanan. Badannya besar, tinggi, dan tegap. Seyumannnya sangat manis. Dika namanya. Senior Nadia ketika MOS. Tanpa disadari, Nadia menatap Dika terus menerus dan menabraknya. Buku yang dibawa Nadia berserakan dimana-mana.
“Aduh. Kalo jalan liat-liat dong!” kesal Dika.
“Maap-maap, kak. A a aku  ti tidak sengaja” ucap Nadia gagap sambil mengelus-elus keningnya yang sakit.
“Kau…”
“Hee… iya, kak”
“Aduh… gimana si, dek. Liatin kakak ya?” tebak Dika. Wajah Nadia memerah. Ketahuan.
“Ha? Nggak kok, kak. Kurang kerjaan banget aku liatin, kakak,” umpatnya.
“Bener?” Dika tersenyum. Kesempatan Nadia untuk melihat senyuman Dika yang manis dengan jarak dekat. Jantung  Nadia  jadi  nggak  karuan.
“Iya. Eh, duluan ya, kak. Bel udah bunyi,” ujar Nadia setelah bel masuk berbunyi. Dengan cepat Nadia mengambil buku-bukunya yang berserakan. Dika membantunya. Dan tanpa disadari, tangan mereka bersentuhan ketika mereka mau mengambil buku berwarna biru milik Nadia. Keduanya jadi salah tingkah.
“Maap, dek. Nggak sengaja, he,” ucap Dika mesam-mesem. Nadia yang melihatnya tersenyum geli.
“Iya kak, nggak apa-apa. Terima kasih udah bantuin ya, kak” ujar Nadia tersenyum. Lalu pergi menuju ke kelasnya.
***
Nadia melamun di jendela kamarnya. Langit malam itu sangat cerah dengan dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip, dan membentuk sebuah lengkung menyerupai mulut yang tersenyum lebar di atas sana.
Melihat lengkung itu, Nadia jadi teringat kejadian tadi pagi di lorong kelas. Senyuman yang sangat indah. Tiba-tiba jantung Nadia berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ada apa gerangan? Apakah Nadia telah merasakan jatuh cinta lagi?
“Kok aku jadi deg-degan gini, ya? Dan… kenapa malam ini aku merasa sangat bahagia? Apa aku suka kak Dika? Ah, nggak mungkin,” gumam Nadia.
“Nadia??”
Sebuah suara mengejutkan  Nadia. Nadia sampai terlonjak saking kagetnya. Dengan cepat ia menoleh ke arah suara tersebut.
“Kak Radit! Ngagetin aja si.” Kesal Nadia.
Radit adalah senior Nadia ketika MOS juga. Namun, Nadia sudah mengenalinya sejak kelas enam SD dari kakaknya. Orangnya sangat pintar, cakep, dan berbadan ideal. Nadia pernah menyukainya selama 4 tahun. Namun, rasa suka itu segera ditepisnya karena ia merasa bahwa rasa suka itu tak akan pernah diketahui oleh Radit.
Sebaliknya, Radit sangat ingin memiliki Nadia dari dulu. Apalagi sekarang Nadia jomblo. Kesempatan bagi Radit. Tapi, ia tak berani ngungkapin perasaanya ke Nadia.
“Maap…” ampunnya.  “Lagi melamun siapa hayo? Kakak ya?” lanjutnya.
“Kakak? Nggak,” jawab Nadia cuek.
“Terus siapa?” Radit kecewa mendengar jawaban Nadia.
“Kasih tau nggak, ya?” Nadia pura-pura berpikir.
“Kasih tau donk.” Ucap Radit sambil menatap lekat wajah yang sangat disayanginya itu.
“Kak Dika. Hehe…” akhirnya Nadia memberi tau.
Mendadak Radit merasakan sakit dihatinya. Dia sangat kecewa dengan jawaban Nadia. Lalu pergi meninggalkan Nadia yang masih senyam-senyum di jendela.
Nadia membalikkan badannya. Ia sangat bingung dengan tingkah laku Radit. Nadia mencoba megejar Radit. Namun langkahnya terhenti setelah sampai di tengah pintu. Ia merasa ada yang salah dengan perkataanya tadi.
***
Nadia melangkah gontai menuju rumah makan. Kejadian tadi malam sangat mengganjal dihati Nadia.
Kakaknya, Latif yang sedari tadi melihatnya dari dapur segera menghampiri Nadia yang sudah duduk lemas di ruang makan.
“Pagi-pagi kok lemes,” ujar Latif seraya mengambil roti dan selai untuk Nadia.
Nadia tak menjawab. Hanya senyuman jawabannya.
“Tadi malam Radit cerita nggak?” tanya Latif.
Nadia bangkit. Dikerutkan keningnya. Ia tak paham dengan pertanyaan kakaknya.
“Cerita nggak? Tadi malam dia kesini mau ngasih tau kalau yang nolongin kau pingsan dilapangan itu, dia,” jelasnya.
Nadia tersentak. “Jadi… kakak bohong. Dan sebenarnya yang nolongi aku itu kak Radit. Iya, kak?” Nadia mencoba meyakinkannya.
“Iya.” Jawab Latif singkat.
***
Nadia berlarian di lorong kelas. Mencari Radit. Berharap dia bisa menemukannya dan ingin minta maap atas ucapannya tadi malam. Tapi, Nadia malah menemukan seseorang yang didambanya itu. Dika.
Langkahnya terhenti dengan nafas tak terkendali. Nadia melihat Dika berjalan menghampirinya dengan senyum manisnya. Jantungnya bedebar-debar. Nadia terus menatap Dika dengan sejuta harapan.
“Pangeranku… terima kasih telah membuat lubang hatiku kembali terbuka. Karena kau, aku bisa merasakan jatuh cinta lagi,” gumam Nadia dalam hati.
“Halo?” sapa Dika sambil melambai-lambaikan tangannya tepat didepan hidung Nadia.
Nadia gelagapan. Wajahnya memerah karena kepergok sedari tadi menatap Radit. Sudah sepastinya wajah Nadia seperti kepiting rebus. Nadia malu sekali. Ingin sekali Nadia melipat-lipat malunya dan dimasukkan kedalam saku bila malu itu sebuah kertas. Tapi itu hanya khayalan Nadia. Buru-buru ia memalingkan wajahnya.
Dari kejauhan ada seorang cewek berlarian menuju Dika. Dan tiba-tiba memeluk Dika dari belakang, lalu memanggilnya dengan sebutan “sayang”.
Nadia tersentak. Ia sangat bingung sekali.  “Pacar kak Dika?” tanya Nadia dengan tampang bodoh.
Sentak Dika ketawa kecil. “Hahaha… kok adek baru tau? Ini kak Leil. Iya ini pacar kakak. Baru 4 hari kok, dek. Kan, jadiannya itu ketika MOS berakhir. Adek nggak liat?”
Nadia merasa sangat sangat bodoh. Ia teringat hari terakhir MOS. Dika nembak Leil ditengah lapangan dibantu dengan teman-teman seniornya.
“Oh…” Nadia mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Ya udah. Kakak ke kantin dulu ya,” ujar Dika seraya menggandeng tangan Leil, pacarnya.
Nadia menatap Dika yang sedang menggandeng tangan seorang cewek yang sekarang jadi kekasihnya itu. Sangat romantis. Dan hatinya seperti terkena ribuan duri. Sangat perih. Sangat sangat perih. Lalu Nadia memalingkan pandangannya dan lari menuju taman sekolah.
Dari kejauhan Radit melihat kejadian itu. Lalu mengikuti langkah Nadia yang menuju ke taman sekolah. Langkahnya terhenti sejenak setelah sampai di taman sekolah. Didapatinya seseorang yang sangat ia sayangi sedang menangis entah karena siapa.
Nadia merasa dirinya dibohongi oleh perasaannya. Selama ini bukan Dika yang membuatnya bahagia. Lalu siapa?
“Seharusnya ku tak disini. Dan tak akan bertemu denganmu apalagi mengenalmu, kak. Aku kira kakak…” suara Nadia terhenti karena tangisannya yang semakin menjadi. Tiba-tiba tangannya mengepal dan ingin sekali menghantam sebuah pohon yang ada didepannya.
Dengan lembut Radit memegang tangan Nadia dari belakang. Lalu memeluk Nadia.
“Kau salah, Nadia. Bukan dia. Bukan dia yang membuka lubang hatimu,” ujar Radit.
Nadia melepas pelukan Radit. Ditatapnya seorang yang disukainya selama 4 tahun itu. Ia tak mengerti apa yang dimaksud kata-kata barusan yang Radit katakan.
“Nad. Bukan dia harapanmu. Dia tak pantas untuk dimiliki. Tapi aku.” Tatapan Radit sangat serius.  “Apa kau tau? Aku menyukaimu selama ini. Tapi kau tak pernah menyangkanya. Apa kau tau? Dimanapun kau berada, aku ada disana, Nad. Disaat kau hampir mati kedinginan aku ada disana. Dan ketika kau jatuh, akulah yang menolongmu,” ucap Radit sungguh-sungguh.
Masih dalam keadaan menatap Radit. Nadia mendengarkan kalimat-kalimat itu dengan serius. Hatinya merasa sangat tersentuh dengan kalimat-kalimat yang Radit ucapkan.  Ribuan duri yang tertancap dihati Nadia berubah menjadi taman yang penuh dengan bunga kebahagiaan.
Tiba-tiba rasa rindu yang sudah lama Nadia pendam masuk dibenak Nadia tanpa pemirsi masuk. Ia merindukan sesosok Radit. Awal ketemu Radit dan awal menyukainya. Ternyata selama ini Nadia salah nebak. Rasa suka yang pernah ia rasakan selama 4 tahun ternyata tak sia-sia.
“Kak Radit?” panggilnya lembut. Air mata sebening embun menetes dipelipisnya.  “Maafkan aku,” lanjutnya.
Radit menghusap air mata Nadia. Lalu dipeluknya lagi. “Sekarang. Detik ini. Akulah berhak yang memasuki hatimu,” ujar Radit tersenyum.
Nadia tersenyum dalam pelukan Radit. Rasa senang, bahagia, dan jatuh cinta telah kembali dalam benak Nadia.
Terima kasih cinta. Engkau datang tak terduga. Akhirnya ku bisa menghirup rasanya jatuh cinta. Sangat indah. Dan cinta itu datang pada seseorang yang aku sukai selama 4 tahun  terakhir. Radit. Semoga aku bisa memiliki cintamu selamanya. Gumamnya
“Boleh, kan? Ku memilikimu?” tanya Radit setelah melepas pelukannya.
“Iya, kak Radit,” jawab Nadia tersenyum bahagia.
Keduanya saling menatap. Tersenyum. Dan harumnya cinta menghiasi diantara keduanya.

0 komentar:

Posting Komentar