Kamis, 13 Desember 2012

Cerpen Ramadhan


Pemberian Seorang Ibu
          Malam yang indah. Dihiasi bintang-bintang dengan dibaluri bulan purnama. Tapi, malam ini akan begitu sangat indah bila ditemani seorang ibu. Itulah keinginan Kayla. Seindah-indahnya malam, bintang, dan bulan purnama tanpa seorang ibu tak akan seindah yang Kayla rasakan. Dan malam ini adalah malam menjelang bulan ramadhan. Dimana Kayla tidak bisa merasakan bulan ramadhan bersama ibunya yang kedua kalinya.
          Seandainya ibu masih hidup dan disini menemani aku.
Aku akan memeluk ibu untuk yang terakhir kalinya. Tapi, Kenapa waktu begitu cepat? Kenapa ibu meninggalkan aku sewaktu aku mau masuk SMA. Kenapa? Padahal ibu belum lihat aku pakai seragam abu-abu. Ingin sekali aku nunjukin ke ibu. Aku kelihatan dewasa jika memakai seragam putih abu-abu. Dan… dulu ibu pernah bilang padaku. jika aku sudah masuk ke SMA, ibu mau memberikan aku sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah itu apa? Apa, bu? Ibu bohong. Ibu bohong. Sesuatu yang ibu berikan kepadaku itu tidak indah, tapi menyakitkan. Kenapa ibu melakukan seperti ini kepadaku? Hatiku sakit, bu. Ibu meninggalkan tanpa ada pesan atau kata terakhir buatku. Tapi, ibu malah memberikan kata-kata terakhir yang dusta. Aku kecewa.
          “La?” suara lembut yang tak asing membuyarkan lamunan Kayla
          “Dina? Kapan kesini?” tanyanya setelah Dina duduk disamping Kayla.
          “Dari tadi.” Jawab Dina singkat. “Oh, iya. Besok kan sudah mulai puasa. Bagaimana jika kamu ikut buka bersama dirumahku?” ajak Dina.
          Kayla tidak menjawab. Tenggorokannya sakit karena menahan air mata. Pikir Kayla. Buka bersama dirumah sendiri lebih nyaman bila ada ibu.
          “La? Bagaimana?” tanya Dina sambil mencubit lengan Kayla.
          “Auuw!” jerit Kayla sambil mengusap-usap lengannya yang tidak sakit. “Hmmm… iya. Aku mau, Din” jawabnya dengan pipi mengembang.
***
          Semenjak kepergian ibunya. Kayla banyak berubah. Egois, pendiam, dan sangat tertutup. Itupun banyak diketahui sama saudara-saudaranya termasuk sahabatnya, Dina.
          Karin. Kakak pertama Kayla, bingung mau melakukan apa terhadap kelakuan Kayla yang semakin lama semakin berubah. Tidak seperti Kayla yang dulu. Kayla yang dulu banyak senyum. Tapi sekarang, senyuman yang selalu menghias di wajahnya pudar setelah kepergian ibunya.
          “La? Jalan-jalan yuk!” ajak Karin suatu ketika di sore hari
          “Kemana?” tanya Kayla singkat. Matanya tidak mengarah ke Karin. Tapi, mata yang sebening embun itu mengarah ke sebuah bingkai yang senantiasa berdiri diatas meja belajar Kayla. Tiba-tiba sebuah air mata keluar dari matanya dan menetes mengenai pipinya.
          “La? Kamu tidak apa-apa?” tanya Karin. Lalu duduk disamping Kayla.
          “Jalan-jalan kemana, kak?” suaranya bergetar.
          “Taman. Bagaimana?” Karin tersenyum setelah mengatakannya. Berharap adiknya, Kayla mau dengan ajakannya.
          Kayla menengok. Matanya tertuju ke Karin dengan tatapan kosong. Sebuah air mata keluar lagi dari matanya. Dan… Kayla menangis sejadi-jadinya.
          Karin merasa sangat bersalah. Ia baru ingat. Dulu sewaktu ibunya masih hidup. Setiap sore ibunya sering mengajak Kayla jalan-jalan ke taman.
          “Kayla,” ucap Karin seraya mendekap Kayla. “Maafin, kakak,” Karin mencoba menenangkan Kayla.
          “Iya, kak.” jawabnya sambil melepas dekapan kakaknya. Lalu dihusap air matanya dan… sebuah senyuman terlihat jelas diwajah Kayla.
          “Kayla?” panggil  Karin. Ia tersenyum senang karena senyuman manis adiknya telah kembali. Senyuman dulu yang menjadi ciri khas seorang Kayla. Manis sekali.
***
          “Terima kasih ya, Din,” ucap Kayla setelah selesai buka bersama dirumahnya Dina.
          Dina tersenyum. Ia sangat senang bisa membuat sahabatnya tersenyum lagi.
          “Iya La, sama-sama. Lain kali kesini lagi ya?”
          Kayla terdiam. Lidahnya kelu. Bingung mau menjawab apa lagi. Sebenarnya dibalik senyuman Kayla. Dia ingin sekali menangis bila diajak buka bersama keluarga Dina. Ingin sekali, Kayla mempunyai keluarga seperti Dina. Masih punya ibu dan bapak. Sedangkan Kayla? Ibunya sudah tiada, bapaknya pergi entah kemana. Sunyi sudah keluarganya.
          “La?” panggil Dina pelan. Sehingga Kayla tersadar dari lamunannya.
          “Eh, iya? Aku mau kok,” jawab Kayla  “Aku pulang dulu ya, Din.”  Pamitnya. Lalu pulang menuju rumahnya dengan hati yang berkecamuk.
          Kayla berjalan menuju kamarnya dengan gontai. Badannya sangat lemah. Hatinya kacau. Sangat kacau. Ia belum ikhlas akan kepergian ibunya. Hatinya terlalu benci kepada ibunya. Benci karena telah meninggalkan Kayla. Benci karena telah membohongi Kayla.
          “Kakak?” Kayla tersentak setelah membuka pintu kamarnya. Didapatinya seorang kakak yang disayangnya itu. Karin.
          Karin menengok. Pipinya mengembang. Ia tersenyum. Ditatapnya lekat wajah adiknya. Lalu berjalan mendekatinya.
          “La?” panggilnya lembut.
          “Iya, kak?” jawab Kayla bingung.  Ia merasa kakaknya menyembunyikan sesuati darinya.
          “Maafin, kakak ya? Selama ini kita tidak pernah bersama. Kakak terlalu egois.” ampunnya.
          “Tidak, kak. Kayla yang seharusnya minta maaf. Semenjak ibu pergi, Kayla banyak berubah. Dan…” ucapannya terpotong. Kepalanya menunduk. Tenggorokannya sakit. Kayla mencoba menahan tangisnya. Tapi, Kayla terlalu lemah untuk menahannya. Sehingga, ia menangis sejadi-jadinya didepan Karin.
          Karin menghela nafas dalam, menahannya sebentar, lalu menghembuskannya. Lalu menarik tangan Kayla dan melangkah menuju jendela.
          “Tunggu sini. Kakak mau mengambilkan sesuatu untukmu.” perintahnya lembut.
          Kayla hanya bisa terdiam dan melirik kakaknya keluar kamar. Lalu, kepalanya menengadah kearah langit malam. Ia tersenyum. Indahnya malam ini. Malam yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Tiba-tiba hatinya merasa sangat senang. Entah apa yang dipikirnya. Kebahagiaan datang begitu saja didalam dirinya.
          Suara hentakan kaki membuyarkan lamunan Kayla. Segera Kayla menengok, dan dilihat kakaknya membawa sebuah kotak kayu yang terlihat sangat usang.
          “Apa itu, kak?” tanya Kayla.
          Karin tidak menjawab. Hanya memberi isyarat agar Kayla duduk disampingnya. Lalu Karin membuka kotak kayu itu dengan pelan. Diambilnya sebuah kerudung biru lalu diberikan kepada Kayla.
          Kayla menatap Karin. ragu.
          “Itu adalah pemberian ibu. Ibu pernah bilang, kan? Jika Kayla mau masuk SMA, ibu mau memberikan sesuatu yang indah. Nah, sesuatu yang indah itu adalah ini. Sebuah kerudung. Ibu ingin sekali kamu memakai kerudung setelah lulus SMP. Sebenarnya ibu ingin sekali memberikan ini kepadamu secara langsung. Tapi, waktu tidak bisa menyatukan kalian. Ibu harus pergi karena jantungnya sudah melemah.” Jelas Karin.”
          Kayla tetap terdiam. Lalu menatap kotak kayu yang tergeletak di atas tempat tidur. Nampak sebuah lipatan kertas berwarna biru. Karin melihat wajah Kayla yang tampak penasaran. Lalu diambilnya kertas itu dari dalam kotak. Diberikannya kepada Kayla.
          “Ini adalah surat dari, ibu. Sebelum meniggal. Ibu sempat membuat surat ini untukmu, La. Bacalah.”
          Dengan perasaan ragu. Kayla membuka lipatan surat itu.
          Karin berjalan ke arah jendela. Menatap langit yang gelap dengan sejuta bintang-bintang menghias disana. Dan membayangkan sesosok wajah yang sangat dirindukannya. Ibu.
          Sementara Kayla membaca surat bertuliskan latin itu dengan hati-hati.
          Kayla, Sayangku. Maafin ibu, nak… Ibu meninggalkan Kayla disaat Kayla mau masuk SMA. Sebenarnya ibu ingin sekali melihat Kayla memakai seragam putih abu-abu. Pasti Kayla kelihatan dewasa dan tidak seperti anak kecil lagi. Kayla, sayangku.. Kerudung biru ini untukmu. Ibu udah janji, kan? Jika Kayla sudah SMA. Ibu akan memberikan sesuatu yang indah untumu. Sesuatu yang indah itu adalah sebuah kerudung biru. Karena, ibu ingin Kayla memakai kerudung. Pasti Kayla tambah cantik dan manis. Tapi, sayang ibu tidak bisa melihat Kayla memakai kerudung ini. Kayla? relakan ibu pergi ya, nak? Tapi, hati ibu selalu dekat dihati Kayla, jadi Kayla tidak perlu sedih. Ibu sayang Kayl
                                                                                                                                                                Ibu,
          Air mata Kayla menetesi kerudung biru yang dipegangnya. Kayla merasa sangat berdosa. Selama ini Kayla salah. Ibunya tidak bohong.
          Karin menghampiri Kayla yang sedang menangis. Tangisan Kayla semakin menjadi. Karin jadi tidak tega melihat adiknya yang sangat disayang itu. Lalu didekapnya.
          “Kak? Selama ini Kayla berprasangka buruk terhadap ibu. Apa ibu marah?” katanya dengan isak tangis.
          “Tidak. Tapi ibu akan bahagia bila kamu memakai kerudung itu,” ujar Karin tersenyum.
          Kayla melepas dekapan kakaknya. Lalu sebuah senyuman menghias diwajahnya.
          “Aku akan jadi orang berkerudung, seperti yang ibu inginkan,” ujar Kayla.

0 komentar:

Posting Komentar