Pemberian
Seorang Ibu
Malam
yang indah. Dihiasi bintang-bintang dengan dibaluri bulan purnama. Tapi, malam
ini akan begitu sangat indah bila ditemani seorang ibu. Itulah keinginan Kayla.
Seindah-indahnya malam, bintang, dan bulan purnama tanpa seorang ibu tak akan
seindah yang Kayla rasakan. Dan malam ini adalah malam menjelang bulan ramadhan.
Dimana Kayla tidak bisa merasakan bulan ramadhan bersama ibunya yang kedua
kalinya.
Seandainya ibu masih hidup dan disini
menemani aku.
Aku akan memeluk ibu untuk yang terakhir kalinya. Tapi, Kenapa waktu begitu cepat? Kenapa ibu meninggalkan aku sewaktu aku mau masuk SMA. Kenapa? Padahal ibu belum lihat aku pakai seragam abu-abu. Ingin sekali aku nunjukin ke ibu. Aku kelihatan dewasa jika memakai seragam putih abu-abu. Dan… dulu ibu pernah bilang padaku. jika aku sudah masuk ke SMA, ibu mau memberikan aku sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah itu apa? Apa, bu? Ibu bohong. Ibu bohong. Sesuatu yang ibu berikan kepadaku itu tidak indah, tapi menyakitkan. Kenapa ibu melakukan seperti ini kepadaku? Hatiku sakit, bu. Ibu meninggalkan tanpa ada pesan atau kata terakhir buatku. Tapi, ibu malah memberikan kata-kata terakhir yang dusta. Aku kecewa.
Aku akan memeluk ibu untuk yang terakhir kalinya. Tapi, Kenapa waktu begitu cepat? Kenapa ibu meninggalkan aku sewaktu aku mau masuk SMA. Kenapa? Padahal ibu belum lihat aku pakai seragam abu-abu. Ingin sekali aku nunjukin ke ibu. Aku kelihatan dewasa jika memakai seragam putih abu-abu. Dan… dulu ibu pernah bilang padaku. jika aku sudah masuk ke SMA, ibu mau memberikan aku sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah itu apa? Apa, bu? Ibu bohong. Ibu bohong. Sesuatu yang ibu berikan kepadaku itu tidak indah, tapi menyakitkan. Kenapa ibu melakukan seperti ini kepadaku? Hatiku sakit, bu. Ibu meninggalkan tanpa ada pesan atau kata terakhir buatku. Tapi, ibu malah memberikan kata-kata terakhir yang dusta. Aku kecewa.
“La?”
suara lembut yang tak asing membuyarkan lamunan Kayla
“Dina?
Kapan kesini?” tanyanya setelah Dina duduk disamping Kayla.
“Dari
tadi.” Jawab Dina singkat. “Oh, iya. Besok kan sudah mulai puasa. Bagaimana
jika kamu ikut buka bersama dirumahku?” ajak Dina.
Kayla
tidak menjawab. Tenggorokannya sakit karena menahan air mata. Pikir Kayla. Buka
bersama dirumah sendiri lebih nyaman bila ada ibu.
“La?
Bagaimana?” tanya Dina sambil mencubit lengan Kayla.
“Auuw!”
jerit Kayla sambil mengusap-usap lengannya yang tidak sakit. “Hmmm… iya. Aku
mau, Din” jawabnya dengan pipi mengembang.
***
Semenjak
kepergian ibunya. Kayla banyak berubah. Egois, pendiam, dan sangat tertutup.
Itupun banyak diketahui sama saudara-saudaranya termasuk sahabatnya, Dina.
Karin.
Kakak pertama Kayla, bingung mau melakukan apa terhadap kelakuan Kayla yang
semakin lama semakin berubah. Tidak seperti Kayla yang dulu. Kayla yang dulu
banyak senyum. Tapi sekarang, senyuman yang selalu menghias di wajahnya pudar
setelah kepergian ibunya.
“La?
Jalan-jalan yuk!” ajak Karin suatu ketika di sore hari
“Kemana?”
tanya Kayla singkat. Matanya tidak mengarah ke Karin. Tapi, mata yang sebening
embun itu mengarah ke sebuah bingkai yang senantiasa berdiri diatas meja
belajar Kayla. Tiba-tiba sebuah air mata keluar dari matanya dan menetes
mengenai pipinya.
“La?
Kamu tidak apa-apa?” tanya Karin. Lalu duduk disamping Kayla.
“Jalan-jalan
kemana, kak?” suaranya bergetar.
“Taman.
Bagaimana?” Karin tersenyum setelah mengatakannya. Berharap adiknya, Kayla mau
dengan ajakannya.
Kayla
menengok. Matanya tertuju ke Karin dengan tatapan kosong. Sebuah air mata
keluar lagi dari matanya. Dan… Kayla menangis sejadi-jadinya.
Karin
merasa sangat bersalah. Ia baru ingat. Dulu sewaktu ibunya masih hidup. Setiap
sore ibunya sering mengajak Kayla jalan-jalan ke taman.
“Kayla,”
ucap Karin seraya mendekap Kayla. “Maafin, kakak,” Karin mencoba menenangkan
Kayla.
“Iya,
kak.” jawabnya sambil melepas dekapan kakaknya. Lalu dihusap air matanya dan…
sebuah senyuman terlihat jelas diwajah Kayla.
“Kayla?”
panggil Karin. Ia tersenyum senang
karena senyuman manis adiknya telah kembali. Senyuman dulu yang menjadi ciri
khas seorang Kayla. Manis sekali.
***
“Terima
kasih ya, Din,” ucap Kayla setelah selesai buka bersama dirumahnya Dina.
Dina
tersenyum. Ia sangat senang bisa membuat sahabatnya tersenyum lagi.
“Iya
La, sama-sama. Lain kali kesini lagi ya?”
Kayla
terdiam. Lidahnya kelu. Bingung mau menjawab apa lagi. Sebenarnya dibalik
senyuman Kayla. Dia ingin sekali menangis bila diajak buka bersama keluarga
Dina. Ingin sekali, Kayla mempunyai keluarga seperti Dina. Masih punya ibu dan
bapak. Sedangkan Kayla? Ibunya sudah tiada, bapaknya pergi entah kemana. Sunyi
sudah keluarganya.
“La?”
panggil Dina pelan. Sehingga Kayla tersadar dari lamunannya.
“Eh,
iya? Aku mau kok,” jawab Kayla “Aku pulang
dulu ya, Din.” Pamitnya. Lalu pulang
menuju rumahnya dengan hati yang berkecamuk.
Kayla
berjalan menuju kamarnya dengan gontai. Badannya sangat lemah. Hatinya kacau.
Sangat kacau. Ia belum ikhlas akan kepergian ibunya. Hatinya terlalu benci
kepada ibunya. Benci karena telah meninggalkan Kayla. Benci karena telah
membohongi Kayla.
“Kakak?”
Kayla tersentak setelah membuka pintu kamarnya. Didapatinya seorang kakak yang
disayangnya itu. Karin.
Karin
menengok. Pipinya mengembang. Ia tersenyum. Ditatapnya lekat wajah adiknya. Lalu
berjalan mendekatinya.
“La?”
panggilnya lembut.
“Iya,
kak?” jawab Kayla bingung. Ia merasa
kakaknya menyembunyikan sesuati darinya.
“Maafin,
kakak ya? Selama ini kita tidak pernah bersama. Kakak terlalu egois.” ampunnya.
“Tidak,
kak. Kayla yang seharusnya minta maaf. Semenjak ibu pergi, Kayla banyak
berubah. Dan…” ucapannya terpotong. Kepalanya menunduk. Tenggorokannya sakit.
Kayla mencoba menahan tangisnya. Tapi, Kayla terlalu lemah untuk menahannya.
Sehingga, ia menangis sejadi-jadinya didepan Karin.
Karin
menghela nafas dalam, menahannya sebentar, lalu menghembuskannya. Lalu menarik
tangan Kayla dan melangkah menuju jendela.
“Tunggu
sini. Kakak mau mengambilkan sesuatu untukmu.” perintahnya lembut.
Kayla
hanya bisa terdiam dan melirik kakaknya keluar kamar. Lalu, kepalanya
menengadah kearah langit malam. Ia tersenyum. Indahnya malam ini. Malam yang
dipenuhi dengan bintang-bintang. Tiba-tiba hatinya merasa sangat senang. Entah
apa yang dipikirnya. Kebahagiaan datang begitu saja didalam dirinya.
Suara
hentakan kaki membuyarkan lamunan Kayla. Segera Kayla menengok, dan dilihat
kakaknya membawa sebuah kotak kayu yang terlihat sangat usang.
“Apa
itu, kak?” tanya Kayla.
Karin
tidak menjawab. Hanya memberi isyarat agar Kayla duduk disampingnya. Lalu Karin
membuka kotak kayu itu dengan pelan. Diambilnya sebuah kerudung biru lalu
diberikan kepada Kayla.
Kayla
menatap Karin. ragu.
“Itu
adalah pemberian ibu. Ibu pernah bilang, kan? Jika Kayla mau masuk SMA, ibu mau
memberikan sesuatu yang indah. Nah, sesuatu yang indah itu adalah ini. Sebuah
kerudung. Ibu ingin sekali kamu memakai kerudung setelah lulus SMP. Sebenarnya
ibu ingin sekali memberikan ini kepadamu secara langsung. Tapi, waktu tidak
bisa menyatukan kalian. Ibu harus pergi karena jantungnya sudah melemah.” Jelas
Karin.”
Kayla tetap terdiam. Lalu menatap kotak kayu yang tergeletak di atas tempat tidur. Nampak sebuah lipatan kertas berwarna biru. Karin melihat wajah Kayla yang tampak penasaran. Lalu diambilnya kertas itu dari dalam kotak. Diberikannya kepada Kayla.
Kayla tetap terdiam. Lalu menatap kotak kayu yang tergeletak di atas tempat tidur. Nampak sebuah lipatan kertas berwarna biru. Karin melihat wajah Kayla yang tampak penasaran. Lalu diambilnya kertas itu dari dalam kotak. Diberikannya kepada Kayla.
“Ini
adalah surat dari, ibu. Sebelum meniggal. Ibu sempat membuat surat ini untukmu,
La. Bacalah.”
Dengan
perasaan ragu. Kayla membuka lipatan surat itu.
Karin
berjalan ke arah jendela. Menatap langit yang gelap dengan sejuta
bintang-bintang menghias disana. Dan membayangkan sesosok wajah yang sangat
dirindukannya. Ibu.
Sementara
Kayla membaca surat bertuliskan latin itu dengan hati-hati.
Kayla,
Sayangku. Maafin ibu, nak… Ibu meninggalkan Kayla disaat Kayla mau masuk SMA. Sebenarnya
ibu ingin sekali melihat Kayla memakai seragam putih abu-abu. Pasti Kayla
kelihatan dewasa dan tidak seperti anak kecil lagi. Kayla, sayangku.. Kerudung
biru ini untukmu. Ibu udah janji, kan? Jika Kayla sudah SMA. Ibu akan
memberikan sesuatu yang indah untumu. Sesuatu yang indah itu adalah sebuah
kerudung biru. Karena, ibu ingin Kayla memakai kerudung. Pasti Kayla tambah
cantik dan manis. Tapi, sayang ibu tidak bisa melihat Kayla memakai kerudung
ini. Kayla? relakan ibu pergi ya, nak? Tapi, hati ibu selalu dekat dihati
Kayla, jadi Kayla tidak perlu sedih. Ibu sayang Kayl
Ibu,
Air mata Kayla menetesi kerudung biru yang dipegangnya. Kayla merasa sangat berdosa. Selama ini Kayla salah. Ibunya tidak bohong.
Air mata Kayla menetesi kerudung biru yang dipegangnya. Kayla merasa sangat berdosa. Selama ini Kayla salah. Ibunya tidak bohong.
Karin menghampiri Kayla yang sedang
menangis. Tangisan Kayla semakin menjadi. Karin jadi tidak tega melihat adiknya
yang sangat disayang itu. Lalu didekapnya.
“Kak? Selama ini Kayla berprasangka
buruk terhadap ibu. Apa ibu marah?” katanya dengan isak tangis.
“Tidak. Tapi ibu akan bahagia bila
kamu memakai kerudung itu,” ujar Karin tersenyum.
Kayla melepas dekapan kakaknya. Lalu
sebuah senyuman menghias diwajahnya.
“Aku akan jadi orang berkerudung,
seperti yang ibu inginkan,” ujar Kayla.
0 komentar:
Posting Komentar